Minggu, Desember 07, 2008

Benarkah Australia Pelaku Bom Bali??

Almarhum ZA Maulani, mantan kepala BAKIN era Habibie, menurut Fauzan, juga sering bertemu dirinya untuk menjelaskan bahwa bahan bom Bali itu bukan karbit, TNT, atau C4, melainkan mikronuklir.

Imam Samudra, Muklas, dan Amrozi telah dieksekusi mati dini hari tadi. Namun, peristiwa Bom Bali I yang terjadi pada 12 Oktober 2002 masih menyisakan keraguan bagi sejumlah kalangan.
Pertanyaan yang muncul antara lain, tentang bahan baku bom dan pelaku utama di balik peristiwa tersebut.

Fauzan Al-Anshari, Direktur Lembaga Kajian Strategis Islam (LKSI), dalam surat elektronik yang ditujukan kepada okezone, menyebutkan adanya kemungkinan bom yang digunakan adalah bom mikronuklir. Fauzan menyebutkan tulisan sejumlah investigator tentang kemungkinan itu.

Seperti Joe Vialls, investigator bom independen Australia yang wafat 2005 lalu. Dalam situsnya (www.thetruthseeker.co.uk/columnist.sp?ID=3), Vialls menulis tiga artikel berjudul: Bali Micro Nuke Buried By Western Media, Bali Micro Nuke-Lack of Radiation Confuses “Expert”, dan Micro Nuke Used in Bali “Terrorist” Lookalike Attack.

Vialls menegaskan bahwa adanya cendawan panas, kawah, cahaya, dan listrik mati sebelum ledakan bom adalah bukti tak terbantahkan hadirnya mikronuklir dalam bom tersebut.
“Bahkan, saksi lain, Kapten Rodney Cox, yang juga menyaksikan bom itu meledak dan membuat tulisan yang dimuat di situs Army Australia, tetapi mendadak dihapus karena laporannya bisa membuat masalah bagi Australia di masa datang,” ungkap Fauzan, Minggu (9/11/2008).
“Sayang sekali, sampai sekarang umat Islam tidak mengetahui second opinion siapa sesungguhnya pelaku utama bom tersebut,” sesalnya.

Fauzan menyatakan, sudah beberapa kali dirinya bertemu Jenderal (purn) Ryamizard Ryacudu, mantan KSAD era Megawati. Dalam pertemuan itu Ryamizard menjelaskan ketidakmampuan TNI untuk membuat bom sedahsyat itu.

Almarhum ZA Maulani, mantan kepala BAKIN era Habibie, menurut Fauzan, juga sering bertemu dirinya untuk menjelaskan bahwa bahan bom Bali itu bukan karbit, TNT, atau C4, melainkan mikronuklir.

“Saya pun diajak rapat membahas hal itu dengan sejumlah petinggi MUI di Istiqlal. Namun, karena adanya tekanan dari pihak tertentu, maka hasil investagasi MUI urung dipublikasikan dan batal menjadi saksi adecharge (meringankan) di sidang pengadilan Amrozi dkk di Bali,” ungkap dia.

Dengan demikian, Fauzan yakin bom yang meledak dan menewaskan 202 orang itu adalah bom mikronuklir. Bukti yang menguatkan, menurut Fauzan, adalah para kulit korban hingga saat ini masih sakit, gatal-gatal, dan bila terkena sinar matahari menjadi keriput dan bengkak, mirip korban bom nuklir di Hiroshima, Jepang. “Bagi yang tidak percaya saya ajak ber-mubahalah, siapa yang dusta disambar petir. Itu (bom) tidak mungkin disebabkan oleh karbit,” pungkas dia.
Hingga kini belum pernah ada terpidana kasus terorisme di dunia ini yang dijatuhi hukuman mati. Amrozi, Imam Samudra, dan Muklas adalah yang pertama.

“Sampai detik ini pun belum ada tersangka teroris di dunia yang dihukum mati melalui pengadilan. Jadi bila eksekusi ini terjadi, maka inilah kali pertama terpidana terorisme dihukum mati,” kata Fauzan Al-Anshari.

Fauzan lalu membandingkan pidana mati ketiganya dengan peledakan yang dilakukan oleh Syekh Omar Abdurrahman di Oklahoma sekira tahun 1995. Oleh otoritas Amerika Serikat, Syekh Omar hanya dihukum seumur hidup.

Fauzan mengatakan, saat dirinya membesuk Amrozi, Imam Samudra, dan Muklas pada 17 Oktober lalu dan menanyakan peran mereka terhadap kasus Bom Bali I, Amrozi menjelaskan bahwa peran utamanya adalah membeli bahan bom berupa karbit sebanyak satu ton.
“Dia membeli dari toko Tidar di Surabaya,” kata dia.

Sementara Muklas merupakan seorang ustad yang memberi semangat untuk melakukan aksi pengeboman tersebut. Imam Samudera melakukan survei dan konsep penyerangan yang ia lakukan tiga bulan sebelum bom diledakkan. Secara khusus Imam membuat website bertitel istimata.com yang isinya mengklaim bertanggung jawab atas peledakan bom tersebut.
Namun yang menjadi pertanyaan, menurut Fauzan, mengapa Ali Imron, adik Muklas dan Amrozi, yang memiliki peran lebih banyak, justru tidak dijatuhi hukuman mati. Padahal, menurut penuturan Muklas kepada Fauzan, Ali Imron adalah ahli merakit bom dan perannya dalam bom Bali jauh lebih besar dari dirinya.

“Semestinya Muklas, Amrozi, dan Imam Samudra tidak sampai dihukum mati,” kata Fauzan.
“Mengapa Ale cuma dihukum seumur hidup? Apakah karena dia dianggap kooperatif dengan Komjen Gories Mere sehingga diajak ‘dugem’ di kafe Starbucks? Atau karena telah memberi info penting tentang anggota JI sehingga diundang buka bersama di rumah Komandan Densus 88 Brigjen Surya Dharma?” tanya Fauzan.

Tidak ada komentar:

Bookmark