Jumat, Oktober 10, 2008

Esensi Sebuah Kebahagiaan

Tidak ada seorang pun yang tidak mau bahagia. Dalai Lama ke-14 mengungkapkan, the purpose of our lives is to be happy. Bahagia identik dengan perasaan atau emosi yang positif; emosi yang berlawanan dengan rasa sedih, takut, putus asa, atau kebencian. Kita kerap mengucapkan, "Dia orang yang bahagia"; "Saya merasa bahagia karena bisa mendapatkan apa yang saya inginkan"; "Gue seneng banget lulus ujian", atau "Saya merasa bahagia dengan hidup saya."

Kalimat terakhir adalah kalimat yang paling sulit diucapkan. Orang berbahagia atas apa yang dia dapatkan (langsung, seketika, atau tiba-tiba). Saya teringat ketika mahasiswa di fakultas tempat saya mengajar merasa tertekan lantaran mereka harus mengikuti kuliah seminar proposal. Banyak dari mereka yang takut gagal. Tidak lulus berarti tidak dapat melanjutkan ke skripsi, bagian yang paling esensial dalam perkuliahan. Tetapi ketika beberapa orang mengikuti sidang seminar proposal dan lulus, tampak kebahagiaan di wajah mereka.

Orang juga dengan mudah mengidentifikasi kebahagiaan orang lain, walaupun belum tentu orang yang bersangkutan bahagia. Namun orang belum tentu merasa bahagia dengan kehidupannya. Berbagai penderitaan, kesulitan hidup seperti kematian, pasangan berselingkuh, belum mendapatkan pasangan, gaji yang tidak mencukupi, bahkan kemacetan, rekan kantor yang reseh, atau berita mengenai kelangkaan tempe membuat kita merasa tidak bahagia. Sering kita merasa menjadi orang yang paling malang di dunia.

Sering kita mempertanyakan arti kebahagiaan. Padahal makna kebahagiaan yang sebenarnya adalah ketika kita bisa mensyukuri hidup kita atau apa yang kita dapatkan selama ini. Mampu melihat makna dari berbagai peristiwa, sekalipun peristiwa tersebut menyedihkan. Kelihatannya pernyataan ini terlalu teoritis padahal sebenarnya tidak bergantung sampai di mana kita memaknai arti kebahagiaan tersebut.

Bagaimana kita menyikapi suatu keadaan adalah hal yang dapat menimbulkan kebahagiaan. Kebahagiaan yang disebabkan karena keadaan, misalnya mendapatkan undian, kekayaan keluarga yang melimpah, bukanlah kebahagiaan sejati karena ketika itu hilang atau tidak ada lagi maka kita tidak akan bahagia.

Terjerat Ketidakbahagiaan

Terkadang kita juga lupa diri, dan membuat diri kita terjerat dalam ketidakbahagiaan. Kita seringkali takut mengambil keputusan, kita seringkali menyia-nyiakan waktu. Kita yang merasa dengki, merasa tidak mampu, atau tidak percaya diri. Berbagai hal yang berasal dari dalam diri kita membuat kita tidak dapat memaknai hidup. Tidak dapat membuat kita bahagia.
Kebahagiaan tidak dicari, tetapi ditemukan. Sulit untuk membayangkan, bagaimana kita menemukan kebahagiaan dalam situasi bencana.

Dalam film Life is Beautiful yang ditulis Roberto Benigni dan Vincenzo Cerami (1997), mengisahkan seorang ayah (Guido) yang mengajak anaknya (Joshua) menemukan kebahagiaan di dalam situasi sulit, dalam kamp konsentrasi. Jangankan bersenang-senang, untuk makan saja susah. Banyak orang dengan penyakit parah di sekitar mereka. Belum lagi perlakuan tentara yang kejam. Bayangan kematian sangat dekat. Tetapi si ayah berusaha membuat keadaan di sekitarnya menjadi sesuatu yang menyenangkan, seperti sebuah permainan.

Victor Frankl (1905-1997), seorang neurolog dan psikiater yang pernah menjadi tawanan Nazi di Auschwitz, dapat bertahan dalam penderitaannya selama dalam kamp. Dia kehilangan hampir seluruh anggota keluarganya. Memang dia tidak merasa bahagia atas penderitaan tersebut.

Tetapi berusaha memaknainya sebagai bagian dari hidup; tanda atas eksistensi kita. Sehubungan dengan kebahagiaan, penderitaan merupakan bagian yang integral dalam kebahagiaan. Tanpa penderitaan kita tidak pernah menyadari apa arti kebahagiaan. Tanpa penderitaan, kita tidak pernah merasakan adanya kelegaan saat kita dapat keluar dari suatu masalah.

Pernahkah kita menyadari bahwa begitu banyak warna di dunia tanpa kita tahu warna hitam dan putih? Tanpa bau yang tidak enak, kita tidak dapat merasakan bahagia dan leganya bisa terlepas dari bau tersebut.

Dengan merasa haus, kita dapat merasakan betapa bahagianya mendapatkan segelas air. Penderitaan dan kebahagiaan bagaikan dua sisi mata uang yang tidak pernah terpisahkan. Keberadaan manusia, bukan ditentukan oleh nasib atau kejadian-kejadian dalam hidupnya.

Bagaimana kita menyikapi kejadian dalam hidup kita dan berusaha untuk memaknainya merupakan tanda bahwa kita ada. Jangan takut menghadapi hidup. Jangan takut untuk menderita atau tidak bahagia. Jangan takut dengan berbagai kecaman, rasa sakit, dan segala bencana. Maknai dengan positif segala sesuatu yang terjadi pada diri kita.

Tidak mudah memang. Setelah membaca artikel ini mungkin anda akan mengatakan "Ngomongnya gampang, kenyataannya susah."

Tidak ada salahnya mencoba berpikir positif di dunia yang rumit dan penuh dengan ketidaktulusan di sana-sini. Siapa tahu Anda tidak hanya bahagia (karena selalu positive thinking), tetapi juga menularkan kebahagiaan tersebut pada orang di sekitar Anda. Happiness.... Don't chase it... but create it...!

Sumber: http://http://www.suarapembaruan.com/News/2008/01/31/Personal/pers01.htm

Tidak ada komentar:

Bookmark